Dalam lautan artikel di internet yang tak henti-hentinya menyarankan kandidat untuk berpakaian rapi, datang tepat waktu, dan tersenyum, jarang sekali ada yang menyelami apa sebenarnya yang terjadi di benak HRD pada detik-detik pertama perjumpaan.Â
Kebanyakan orang berpikir first impression itu semata tentang visual: rambut tertata, kemeja licin, atau sepatu bersih. Tentu, itu penting sebagai syarat awal, sebagai tanda bahwa kandidat menghargai proses dan lawan bicaranya.Â
Namun, di balik itu, ada lapisan yang lebih dalam, sebuah sistem penilaian bawah sadar yang bekerja cepat di alam pikiran para HRD.
Aspek first impression yang paling kuat memengaruhi HRD, di luar kerapian fisik, adalah energi dan keyakinan yang terpancar dari seorang kandidat.Â
Ini bukan tentang bersikap sok tahu atau terlalu agresif, melainkan sebuah kepercayaan diri yang tenang, kesiapan untuk terlibat, dan optimisme yang tulus. Aku sering menyebutnya "aura" atau "getaran" positif.Â
Kandidat mungkin memiliki pengalaman yang minim di atas kertas, namun jika ia masuk dengan energi yang positif dan keyakinan yang terpancar dari sorot mata serta cara ia membawa diri, itu segera menarik perhatianku.
Sebaliknya, seorang kandidat dengan CV cemerlang tapi masuk dengan langkah gontai, pandangan kosong, atau aura pesimis, seringkali membuat alarm kecil berbunyi di benakku.
Saya sebagai HRD sering memfilter kandidat berdasarkan "rasa" atau "firasat" awal ini, dan ada dasar psikologisnya. Otak manusia secara alami mencari keselarasan dan koherensi.Â
Ketika ada diskoneksi antara apa yang dikatakan kandidat (misalnya, "Saya sangat bersemangat tentang posisi ini!") dengan bahasa tubuh atau energi yang dipancarkan (misalnya, bahu terkulai, suara pelan, kontak mata yang menghindar), firasat buruk akan muncul.
Saya memproses sinyal-sinyal non-verbal ini secara unconscious. Ini seperti sistem radar internal yang mencoba mencocokkan "profil ideal" yang mungkin tidak tertulis secara eksplisit dalam job description.