Ketika Fitur Canggih dan Janji Ramah Lingkungan Tak Cukup Untuk Mengalahkan Realitas di Jalanan.
Tahun 2025 seharusnya menjadi momentum kebangkitan kendaraan listrik di Indonesia. Kampanye besar-besaran tentang pentingnya transisi energi, insentif dari pemerintah, hingga promosi gencar dari produsen otomotif menggiring narasi bahwa masa depan sudah datang hari ini.
Namun realitanya, penjualan motor listrik anjlok hingga 70-80% dibanding tahun sebelumnya. Sebuah ironi pahit di tengah semangat transisi menuju energi bersih. Hal ini tentu mengundang pertanyaan lanjutan yang lebih besar:
Kalau motor listrik saja gagal mempertahankan minat publik, apakah mobil listrik benar-benar bisa bertahan?
Motor Listrik: Antusiasme yang Tak Didukung Sistem
Motor listrik awalnya digadang-gadang sebagai solusi harian: Murah, bebas emisi, dan hemat energi. Tapi dalam praktiknya, banyak pengguna merasa seperti menjadi kelinci percobaan.
Keluhan muncul dari berbagai sisi:
- Baterai cepat drop, sulit diprediksi ketahanannya.
- Waktu pengisian lama, tak praktis bagi pengguna aktif.
- SPKLU terbatas, apalagi di daerah non-perkotaan.
- Harga masih tinggi, meskipun disubsidi.