Mohon tunggu...
Alfred Benediktus
Alfred Benediktus Mohon Tunggu... Menjangkau Sesama dengan Buku

Seorang perangkai kata yang berusaha terus memberi dan menjangkau sesama. I Seorang guru di SMP PIRI, SMA dan SMK Perhotelan dan SMK Kesehatan. I Ia juga seorang Editor, Penulis dan Pengelola Penerbit Bajawa Press. I Melayani konsultasi penulisan buku. I Pemenang III Blog Competition kerjasama Kompasiana dengan Badan Bank Tanah

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

HRD Idaman, Bukan Sekadar Penyeleksi, Tapi Jembatan Antara Mimpi dan Peluang Kerja

28 Juni 2025   12:19 Diperbarui: 28 Juni 2025   12:19 53
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
(olahan GemAIBot, dokpri)

HRD Idaman: Bukan Sekadar Penyeleksi, Tapi Jembatan Antara Mimpi dan Peluang Kerja

 

Di tengah persaingan dunia kerja yang semakin ketat, peran Human Resource Development (HRD) tidak lagi sekadar sebagai penyaring lamaran. Kini, HRD menjadi wajah pertama sebuah perusahaan yang dikenal oleh para pencari kerja. Mereka adalah ujung tombak citra organisasi dan penentu pengalaman awal yang bisa membuat kandidat jatuh hati, atau langsung pergi begitu saja.

Lalu, seperti apa sebenarnya HRD idaman di mata pelamar kerja? Apakah cukup dengan profesionalitas semata, atau ada sesuatu yang lebih dari itu?

Saat Proses Rekrutmen Jadi Cerminan Budaya Perusahaan

Banyak kandidat mengatakan bahwa cara mereka diperlakukan saat melamar pekerjaan mencerminkan bagaimana nanti mereka akan diperlakukan sebagai karyawan. Seorang HRD yang baik tahu betul ini. Ia tidak hanya menjalankan prosedur, tapi juga membangun kesan positif sejak awal.

Bayangkan, Anda melamar pekerjaan dan beberapa hari kemudian menerima email balasan berisi ucapan terima kasih serta informasi jelas tentang tahapan selanjutnya. Bahkan jika akhirnya Anda tidak diterima, HRD tersebut tetap memberikan umpan balik sederhana namun bermakna. Itu bukan hanya sopan; itu adalah bentuk penghargaan nyata atas waktu dan usaha Anda.

Proses rekrutmen yang transparan, cepat, dan manusiawi sering kali meninggalkan kesan mendalam. Bukan hanya bagi kandidat yang diterima, tetapi juga bagi mereka yang ditolak. Karena pada akhirnya, setiap orang ingin merasa dihargai, bahkan dalam kegagalan.

(sumber: kompasiana)
(sumber: kompasiana)

Empati Lebih Dari Sekadar Kata-Kata

Teknologi memang membantu banyak hal. Chatbot, sistem otomatis, hingga platform asesmen digital sudah banyak digunakan untuk mempercepat proses perekrutan. Namun, tanpa empati, semua itu hanya akan terasa dingin dan impersonal.

Ketika seorang HRD bisa menyapa dengan ramah, menjawab pertanyaan dengan sabar, dan menunjukkan bahwa ia benar-benar mendengarkan, itu membuat perbedaan besar. Ada rasa percaya yang terbentuk. Ada rasa hormat yang saling dirasakan. Dan itulah dasar dari hubungan yang baik antara perusahaan dan bakat yang ingin bergabung.

Seorang kandidat pernah bercerita, "Saya gagal di tahap wawancara, tapi HRD-nya masih menyempatkan waktu untuk memberi masukan. Saya tidak hanya merasa dihargai, tapi juga termotivasi untuk bangkit."

Fleksibilitas dan Kesadaran akan Kebutuhan Generasi Baru

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Worklife Selengkapnya
Lihat Worklife Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »