Mohon tunggu...
Arya BayuAnggara
Arya BayuAnggara Mohon Tunggu... Menulis untuk mengingat luasnya dunia

Menyukai caffeine dan langit biru

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Ketika Sebuah Terma Serius Dijadikan Pelengkap Lawakan Receh

12 Mei 2025   22:52 Diperbarui: 12 Mei 2025   22:52 45
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Tren di media sosial memang pantasnya dipandang sebagai sesuatu yang mati. Manusia, selaku user, lah yang memberinya pergerakan kaku. Riwayatnya juga tidak lama. Cepat naik, cepat pula pudar. Di antaranya masih dikenang sebagai nostalgia di masa depan, tapi itu jumlahnya sangat sedikit, selayaknya fosil yang hanya merekam satu persen dari total kehidupan. Namun, untuk tren bodoh satu ini, semoga saja lenyap dari ingatan manusia. 

Pada awal kemunculannya, tren ini boleh dipandang sebagai shitpost lain dengan tujuan lucu-lucuan belaka. Apa bedanya dengan tren lucu-lucuan lain di media sosial yang kadang tidak berbeda dari brainrot, tapi memang efek hiburan sesaatnya malah menjadi candu yang mematikan. Apalagi, kalimat-kalimat yang digunakan memang mudah menjadi sesuatu yang relatable bagi kebanyakan netizen. 

Tren ini tidak memiliki penamaan yang resmi, maka kita sebut saja sebagai tren Kesenjangan. Sejujurnya, terma "Kesenjangan" memang terkesan dikerdilkan sebagai bahan lelucon ala-ala melalui tren ini. Tapi, begitulah keadaannya, sebab terma "kesenjangan" malah menjadi punchline dari tren ini, atau dia akan kaku dan beku, selayaknya lelucon tua yang sepatutnya mati saja. 

Baca juga: Sebuah Mimpi

Salah satu contoh dari tren ini. Dibuatlah ala-ala dialog, dengan salah satu menyebutkan hal yang besar. Direspon dengan sesuatu dugaan yang menyempit. Namun, ditutup dengan turunan dari hal yang besar itu, namun dalam strata yang lebih tinggi dibandingkan dugaan pertama. Penutup dari skema ini, yaitu tulisan Kesenjangan "sesuatu". Entah itu Kesenjangan Domisili, Kesenjangan Pekerjaan, Kesenjangan Playlist, Kesenjangan Hobi, dll. 

Penulis harus akui, bahwa di awal kehadirannya, tren ini adalah hiburan segar. Seperti yang telah penulis sebutkan tadi, beberapa Kesenjangan "Sesuatu" yang disebutkan memang terasa relatable. Ditambah dengan tampilan ekspresi, di beberapa reels, yang menambah kesan komedinya. Pun, kalau hanya sekedar tampilan video pendek sebuah perjalanan, tetap tidak mengurangi esensi humornya disebabkan efek musik latar yang mengambilalih peran pendukungnya. 

Kembali, hal ini adalah respon di awal-awal kemunculan dari tren ini. Namun, selayaknya sebuah tren, yang awalnya segar malah berakhir menjadi busuk. Lama-kelamaan, konten-konten serupa malah semakin kehilangan makna. Malah menjadi bahan muntah yang semakin menjijikkan untuk dilihat. 

Baca juga: Sebuah Kesalahan

Namun, setidaknya rasa eneg itu sebatas menumpulkan rasa humor ketika melihat konten demikian. Setidaknya demikian, hingga melihat sesuatu yang bergaya tren ini, namun kemasannya sangat sampah. 

Mengawali dengan pernyataan soal nilai tukar Rupiah ke Dollar Singapura. Diketahui, Dollar Singapura sedang menguat. Namun, konon warga suatu daerah tetap gacor ke negeri sana meski nilai tukar mata uang ibu pertiwi sedang babak belur. Dengan santai, dikatakan bahwa semua ini bukan masalah pikir-pikir nilai konversi, melainkan adanya kesenjangan ekonomi.

Mungkin bagi beberapa pembaca, formulasi tren Kesenjangan di atas tidak memuat unsur yang aneh dan janggal. Tapi, tidak bagi penulis. Karena penulis berpikir, bahwa terma Kesenjangan Ekonomi adalah suatu terma yang serius. Mau dilihat dari pengertian manapun, entah dari sudut pandang ahli ataupun sekedar pengertian kamus, Kesenjangan Ekonomi bukanlah sesuatu yang enteng yang bisa dibawa bercanda ke konteks manapun.

Kita mafhum saja, akhir-akhir pemberitaan ekonomi di negeri ini seringkali dihiasi oleh pemberitaan yang membuat diri kita merasa pasrah akan hidup. Baca di sini, buruk. Baca di sini, buruk juga. Begitulah keadaan saat ini. Mengaduk mental. Tidak lupa, beberapa postingan di media sosial juga meresonansikan hal ini. 

Bisa jadi ini echo chamber. Bisa jadi ini sebuah peristiwa yang sedang berlangsung, tapi tidak melulu soal melemahnya ekonomi kita. Tapi, fakta bahwa sedang terjadi suatu keadaan yang tidak seindah dulu, agaknya hal ini perlu dipertimbangkan. 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »