Hari ini hari Jumat. Hari yang di mata banyak orang hanya terasa panas, padat, dan melelahkan. Namun bagi saya, entah mengapa Jumat sering membawa kelegaan kecil yang sulit dijelaskan. Seakan ada berkah tak kasat mata yang membuat hati lebih damai, meski di sekeliling tetap ada masalah dan kegelisahan.
Mungkin karena hari seperti ini memaksa saya untuk berhenti sejenak dan bertanya pada diri sendiri: Sudah sejauh apa saya bertumbuh? Apakah saya sudah cukup belajar dari kesalahan? Apakah saya sudah lebih bijak menghadapi perbedaan pendapat?
Saya sadar satu hal: kita tidak pernah bisa mengatur apa yang orang lain pikirkan tentang kita. Apa yang menurut kita tulus, bisa saja dipandang buruk. Apa yang menurut kita benar, bisa saja terasa salah di mata orang lain. Tetapi hidup tidak menunggu kita mendapat persetujuan semua orang. Hidup hanya menuntut kita jujur pada hati sendiri.
Dan di sanalah, letak bunga hati kita.
Saya percaya, setiap orang punya cara sendiri untuk belajar. Ada yang merancang semua langkah dengan rapi sebelum berani bergerak. Ada juga yang memilih untuk mencoba dulu, lalu menyesuaikan, memperbaiki, dan berkembang di tengah jalan. Saya termasuk yang kedua. Saya lebih suka bertindak daripada menunggu. Karena bagi saya, "Kenapa harus besok kalau bisa sekarang?"
Mungkin tidak semua orang nyaman dengan cara ini. Mungkin bagi sebagian orang, cara saya terlihat tergesa-gesa, terlalu spontan, bahkan berisiko. Tapi saya percaya, keberanian untuk mencoba lebih penting daripada keraguan yang hanya membuat kita diam di tempat.
Sebagai seorang pemimpin, saya pun belajar banyak tentang peran yang sebenarnya. Menjadi pemimpin bukan hanya soal memberi perintah atau memastikan semua target tercapai. Menjadi pemimpin juga berarti mendengarkan dengan hati terbuka. Merangkul tim di saat sulit, bukan sekadar hadir ketika situasi sudah nyaman. Membiarkan orang lain merasa aman untuk berbagi cerita, keluhan, atau ide yang mungkin terdengar sederhana, tapi berarti besar bagi mereka.
Saya tidak ingin menjadi pemimpin yang hanya berdiri di menara pengawas, menunjuk ini-itu dari kejauhan. Saya ingin ikut terlibat, ikut mengulurkan tangan, ikut memikul beban bersama. Saya ingin menjadi pemimpin yang membuat orang percaya bahwa mereka tidak berjalan sendiri.
Dalam perjalanan itu, saya menyadari batas antara pemimpin dan anggota tim sering kali sangat tipis. Bedanya hanya di satu hal: apakah kita mau ikut peduli atau memilih pura-pura tidak tahu.
Saya menulis ini untuk siapa pun yang mungkin sering merasa terlalu bersemangat, terlalu "ribet", terlalu banyak energi yang tidak semua orang pahami. Percayalah, itu bukan kelemahan. Itu bisa jadi kekuatan jika diarahkan pada tujuan yang baik.
Jangan biarkan keraguan orang lain mematikan bunga hati kalian. Sebab tidak ada yang lebih indah daripada melihat diri sendiri di cermin, lalu berani berkata: "Hari ini aku sudah berusaha jadi versi terbaik dari diriku."