Mohon tunggu...
Bobby Asyer Simangunsong
Bobby Asyer Simangunsong Mohon Tunggu... Advokat

https://bobby-asyer-simangunsong.zarlasites.com/

Selanjutnya

Tutup

Financial Pilihan

Jerat Pidana dalam Lilitan Utang: Membedah Taring Hukum Fidusia

23 Juni 2025   20:15 Diperbarui: 23 Juni 2025   20:21 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://lnk.ink/ImWvk


Di tengah deru lalu lintas, sebuah pemandangan tragis namun familiar kerap terjadi: kendaraan dihentikan paksa, kunci dirampas, dan debitur hanya bisa pasrah saat unit angsurannya ditarik oleh sekelompok orang berwajah tegang. Inilah wajah buram dari sengketa fidusia di Indonesia. Sebuah drama hukum yang membingungkan masyarakat, mengaburkan batas antara utang-piutang (perdata) dan kejahatan (pidana).


Kajian ini secara tegas dan lugas akan membedah persoalan ini. Bukan untuk membela salah satu pihak, melainkan untuk menegakkan dialektika hukum: di mana letak hak kreditur, di mana batas kewajiban debitur, dan kapan sebetulnya "taring" pidana boleh digunakan dalam sengketa yang akarnya adalah perjanjian perdata ini.


Fidusia: Pisau Bermata Dua Bernama Kepercayaan.

Secara fundamental, fidusia adalah ranah hukum perdata. Dasarnya adalah UU No. 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia. Ini adalah perjanjian ikutan dari suatu perjanjian pokok (misalnya, perjanjian kredit kendaraan). Esensinya sederhana: debitur (konsumen) mengalihkan hak kepemilikan objek (misalnya, BPKB mobil) kepada kreditur (leasing) atas dasar kepercayaan, sementara penguasaan barangnya masih berada di tangan debitur.
Sertifikat Jaminan Fidusia yang didaftarkan di Kemenkumham, yang membuat leasing sebagai kreditur merasa mendapatkan kekuatan hak mutlak eksekutorial. 

Namun, pertanyaan krusialnya: Kapan dan bagaimana kekuatan ini boleh digunakan?


Kesewenangan Kreditur: Saat Prosedur Menjadi Opsi, Bukan Kewajiban
Kecenderungan yang terjadi di lapangan adalah arogansi dan penyalahgunaan kekuatan eksekutorial ini. Leasing, melalui jasa penagih (debt collector), seringkali melakukan penarikan paksa secara sepihak dengan berbekal fotokopian sertifikat fidusia. Ini adalah sebuah kesesatan hukum yang masif.
Putusan Mahkamah Konstitusi No. 18/PUU-XVII/2019 telah memberikan pagar yang jelas. Eksekusi Jaminan Fidusia harus memenuhi syarat:

Debitur Mengakui Adanya Wanprestasi (Cidera Janji): Ada kesepakatan sukarela dari debitur bahwa ia memang telah gagal bayar.

Penyerahan Objek Jaminan Dilakukan Secara Sukarela: Debitur dengan sadar menyerahkan unitnya kepada kreditur.

Jika salah satu dari dua syarat ini tidak terpenuhi—misalnya, debitur menolak menyerahkan unit karena merasa perhitungannya tidak adil atau belum wanprestasi—maka kreditur TIDAK BOLEH melakukan penarikan paksa. 

Jalan satu-satunya yang sah secara hukum adalah mengajukan permohonan eksekusi kepada pengadilan negeri setempat. Nantinya, pengadilan akan mengeluarkan surat perintah penyitaan yang dieksekusi oleh juru sita resmi Pengadilan, bukan oleh debt collector.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Financial Selengkapnya
Lihat Financial Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »