Mohon tunggu...
Febinda Queenta Aurelia
Febinda Queenta Aurelia Mohon Tunggu... Mahasiswa Manajemen Bisnis

Saya menyukai topik seputar bisnis, ekonomi, gaya hidup, olahraga catur, humor, edukasi, dsb.

Selanjutnya

Tutup

Worklife Pilihan

Remote Working: Rekonstruksi Budaya dan Sistem Kerja di Era Digital

22 Juni 2025   22:39 Diperbarui: 22 Juni 2025   22:39 122
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi pekerja kantoran (Sumber: Depositphotos)

Pakai kemeja rapi, berjas dan berdasi, memakai sepatu hak tinggi atau pantofel, serta duduk di balik meja kantor sambil mengetik cepat di depan komputer dari jam 9 pagi hingga 5 sore, 

itulah yang terbayang dalam pikiran saya saat kecil mengenai kehidupan orang dewasa yang sukses, layaknya 'orang kantoran'  yang sering saya tonton di film-film atau iklan televisi dulu. Bagi saya dulu, kantor ibarat panggung utama dimana cerita hidup orang dewasa mapan berlangsung.

Namun, bayangan saya saat kecil tersebut memudar ketika dihadapkan dengan realita teknologi yang berkembang pesat didukung adanya adopsi digital yang signifikan ketika pandemi COVID lalu yang perlahan namun pasti mengubah budaya dan sistem kerja khususnya di Indonesia serta memunculkan istilah baru – setidaknya bagi saya pribadi saat itu, yakni remote working. Menurut Gartner, remote work sendiri merupakan sistem kerja fleksibel yang memungkinkan karyawan untuk bekerja dari lokasi terpencil di luar kantor perusahaan. Secara sederhananya, remote working adalah kerja jarak jauh, yang memungkinkan karyawan bekerja dari mana saja, tanpa perlu datang ke kantor fisik. Ruang kerja juga tidak lagi terbatas pada gedung bertingkat di pusat kota, namun juga bisa berupa ruang kecil di pojok kamar selama tetap terhubung dengan jaringan internet dan device yang memadai. Bekerja dari rumah, co-working space atau cafe, atau sambil jalan-jalan menikmati senja di Bali kini pun bisa dilakukan oleh semua orang.

Jika dulu nongkrong di cafe setiap hari mungkin dicap pengangguran kurang kerjaan yang boros ngabisin uang, tapi tidak dengan sekarang, duduk lama di cafe sambil menatap layar laptop berjam-jam dan memakai earphone bisa jadi ladang cuan bagi orang-orang yang memang aktif mencari dan mendapatkan peluang pekerjaan remote. Hal yang menarik adalah, ketika saya sempat beranggapan bahwa konsep remote work yang terbilang baru ini mungkin hanya diminati oleh satu atau dua orang, kenyataannya saya menemukan beberapa komunitas di media sosial maupun di daerah domisili saya saat ini yakni Jogja, yang berisi orang-orang dengan pekerjaan remote bahkan rutin melakukan WFC atau Work From Cafe. Jadi, apa sebenarnya yang memotivasi para remote worker untuk mengadopsi sistem kerja ini?

Ilustrasi bekerja dari cafe. (Sumber: iStock)
Ilustrasi bekerja dari cafe. (Sumber: iStock)

Merangkum dari berbagai sumber, berikut merupakan poin-poin yang menggambarkan sekilas mengenai alasan mereka mengadopsi remote working:

  • Fleksibilitas waktu dan tempat, bisa dilakukan sambil mengantar anak sekolah, merawat orang tua di rumah, kumpul keluarga, hingga liburan

  • Efisiensi waktu, tidak perlu menghabiskan 2 jam hanya untuk menempuh perjalanan macet ke kantor

  • Akses peluang pekerjaan dari perusahaan global

  • Hemat biaya

  • HALAMAN :
    1. 1
    2. 2
    3. 3
    Mohon tunggu...

    Lihat Konten Worklife Selengkapnya
    Lihat Worklife Selengkapnya
    Beri Komentar
    Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

    Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »