Norwegia, salah satu negara dengan komitmen kuat terhadap keberlanjutan, kini menggemparkan dunia dengan rencana kebijakan ambisius: melarang pendirian tambang kripto baru yang boros energi. Langkah ini, yang diperkirakan akan berlaku efektif mulai musim gugur 2025, menjadi sorotan global, memunculkan debat sengit di persimpangan teknologi, ekonomi, dan lingkungan.
Ketegangan Antara Inovasi dan Lingkungan
Tambang kripto, terutama yang berbasis proof-of-work seperti Bitcoin, membutuhkan daya listrik sangat besar untuk memproses transaksi dan menjaga keamanan jaringan. Di Norwegia, sektor ini telah mengonsumsi sekitar 0,7% total listrik nasional - angka yang mungkin kecil secara persentase, tetapi besar dalam konteks kebijakan iklim negara yang berupaya mencapai net-zero emission pada 2030.
Pemerintah Norwegia menyebut bahwa sumber daya energi bersih mereka, seperti listrik dari pembangkit hidro dan angin, seharusnya dialokasikan untuk industri strategis yang secara langsung berkontribusi pada ekonomi riil dan transformasi hijau, bukan untuk aktivitas yang dinilai "berisiko spekulatif tinggi".
Alasan Larangan: Konsumsi Energi dan Prioritas Nasional
Menteri Energi Norwegia, Solveig Skaugvoll Foss, dalam keterangannya menyatakan:
"Kami bukan menolak teknologi blockchain. Kami ingin memastikan energi bersih kami digunakan untuk masa depan industri Norwegia yang berkelanjutan, bukan untuk menambang koin virtual yang volatilitasnya sulit dikendalikan."
Selain konsumsi energi, tambang kripto juga dikritik karena:
- Emisi tidak langsung dari kebutuhan perangkat keras yang cepat usang.
- Minimnya penciptaan lapangan kerja dibanding industri energi lainnya.
- Fluktuasi ekonomi lokal, karena tambang sering kali berpindah mengikuti insentif energi termurah.
Respons Komunitas Kripto dan Dunia Usaha