Media sosial dan tontonan dewasa ini menyita banyak waktu anak-anak dan remaja. Di dalam rumah, anak-anak terbiasa memegang smartphone dan terlelap dalam tontonan dan permainan online.Â
Di setiap kelas ketika mengajar, saya sering bertanya seberapa sering siswa-siswi membaca buku. Jawaban mereka cukup menyayat hati. Dari 40 siswa-siswi, tidak lebih dari 10 orang yang aktif membaca.Â
Membaca buku bukanlah sesuatu yang menyenangkan bagi siswa-siswi sekolah. Minat baca yang kurang boleh jadi karena benih literasi tidak tumbuh di dalam rumah.Â
Seberapa sering kita melihat orang tua yang mengajak anak membaca di dalam rumah?
Pertanyaan seperti ini penting guna melihat gambaran besar keluarga. Anak malas membaca dimulai dari orang tua yang juga malas membaca. Pembiasaan menelurkan kebiasaan. Apa yang dilihat anak dari orang tua memberi pelajaran berharga bagi anak.
Benih literasi tidak tumbuh dengan sendirinya. Orang tua perlu menyiapkan benih dan menyemainya di dalam rumah. Benih literasi tumbuh dari kebiasaan orang tua membaca buku di depan anak.
Menanam benih literasi memang tidak mudah. Orang tua perlu menyadari pentingnya membaca di dalam rumah. Anak-anak yang sering melihat orang tua membaca buku jauh lebih mudah membangun kebiasaan membaca.
Rumah adalah pondasi pertama membentuk kebiasaan membaca anak. Literasi disemai lewat pembiasaan dalam rumah. Anak perlu melihat contoh dari kedua orang tua untuk mewarisi kebiasaan yang sama.Â
Oleh karenanya, berikan contoh yang baik pada anak di dalam rumah. Semailah benih literasi dengan membaca di depan anak, baru kemudian mengajak anak membaca bersama.