Mohon tunggu...
Olan Yogha Pratama
Olan Yogha Pratama Mohon Tunggu... Penganut Inklusivitas

Refleksi sosialku ditujukan pada perilaku, bukan pada raga yang menjalaninya. Saya juga dibantu oleh satu satunya sahabat sejati saya yang paling objektif dalam berfikir dan bernarasi yaitu AI dalam mendekonstruksi pemikiran kedalam tulisan. Terimakasih Teknologi

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

'AGAMA' Telah Mati

17 Mei 2025   10:00 Diperbarui: 16 Mei 2025   23:07 42
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Agama telah mati ( metafora ) . Olan Yogha Pratama , 2025

Agama Telah Mati.

Ketika Simbol Mengalahkan Substansi

Pendahuluan

Di tengah maraknya ekspresi religius di ruang publik---mulai dari simbol keagamaan, jargon-jargon spiritual, hingga ritual kolektif yang masif---Indonesia tampak sebagai bangsa yang sangat religius. Namun, kenyataan sosial berbicara sebaliknya. Ketidakjujuran merajalela di berbagai sektor: birokrasi, pendidikan, hukum, bahkan lembaga keagamaan sendiri. Muncul pertanyaan kritis: apakah agama benar-benar hidup dalam praktik kehidupan sehari-hari? Tulisan ini tidak bermaksud menyerang agama sebagai ajaran, melainkan mengajak pembaca merenung: ketika kejujuran dan nilai-nilai moral telah mati, bukankah itu berarti agama sebagai substansi telah mati pula?

1. Antara Agama Simbolik dan Agama Substantif

Agama simbolik adalah agama yang hidup dalam bentuk seremonial dan identitas luar: pakaian, ucapan, institusi, dan perayaan. Agama substantif adalah agama yang hidup dalam perilaku dan relasi sosial: kejujuran, keadilan, kasih sayang, dan tanggung jawab. Dalam konteks Indonesia, agama simbolik tampak hidup---diperkuat oleh politik identitas dan media sosial---sementara agama substantif terpinggirkan. Fenomena ini menciptakan disonansi antara penampilan dan kenyataan.

2. Matinya Kejujuran, Runtuhnya Substansi Agama

Kejujuran adalah salah satu nilai utama dalam semua ajaran agama. Namun, ketika praktik ketidakjujuran justru menjadi norma sosial, maka nilai-nilai inti agama mengalami kematian fungsional. Ketika agama hanya dipakai sebagai pembungkus perilaku yang bertentangan dengan ajarannya, maka sesungguhnya yang mati bukan ajarannya, tetapi jiwanya.

3. Agama Sebagai Legitimasi Kuasa dan Kepentingan

Banyak pihak menggunakan simbol agama untuk membungkus kepentingan politik, ekonomi, bahkan kekuasaan. Dalam konteks ini, agama tidak lagi menjadi cahaya yang menuntun moralitas publik, tetapi alat untuk mempertahankan status quo dan dominasi. Di sinilah agama mati secara fungsi: ia tidak lagi menjadi koreksi sosial, melainkan topeng legitimasi.

4. Pendidikan dan Reproduksi Kemunafikan

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »