Dulu pernah kepikiran, tapi tak pernah diucapkan; kalau yang lewat jalur ini tinggal seorang maka sayalah satu orang itu.
Ternyata benar kejadian. Jalur ini akhirnya mati. Dan yang masih setia lewat jalur ini tinggal hamba kesunyian ini.
Karena jalur hampir tak dilewati orang lagi, beberapa titik sudah tertutup semak, khususnya di bagian awal dan akhir (pertemuan jalur). Yang cukup jelas hanya jalur di dalam rimba.
Awal tahun lalu, tersebutlah seorang pendaki solo lewat jalur ini dan tersesat!
Infonya, survivor naik sore dan nyasar di sungai itu, sungai kedua yang eksotis, kering saat musim kemarau, dan ada "jebakan" tersembunyi.
Kalau lewat di sini saat hari mulai gelap, badan sudah letih, kurang fokus, dan mata tak melihat rambu belok kanan di semak-semak, malah lebih fokus ke "jalur sungai", yang tampak seperti jalur; saat itulah mulai tersesat.
Pendaki rawan terus naik ke atas, makin ke atas, dan sampailah pada satu titik buta yang tinggi. Maju sulit, mundur bikin lutut gemeter. Untungnya di sini sinyal seluler cukup kuat.
Selain di sungai kering dan berlumut itu, titik rawan nyasar berikutnya di awal perjalanan. Jalur hilang diboldozer dan dijadikan peladangan.
Di tepi lahan yang diboldozer tsb, kudu menebak-nebak titik masuk ke jalur yang sudah ditutupi semak-semak. Bakal bingung kalau perdana lewat jalur ini, kecuali bawa alat navigasi.