Mohon tunggu...
Vinsensius SFil MM
Vinsensius SFil MM Mohon Tunggu... Dosen

Suka membaca dan menulis yang bermanfaat bagi kehidupan.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Pilihan

Berpikir Kritis dan Solutif

26 Juni 2025   21:44 Diperbarui: 26 Juni 2025   21:44 34
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://id.jobstreet.com/id/career-advice/article/definisi-diskusi-saat-kerja

Sudah saatnya pendidikan mengajarkan peserta didiknya untuk berpikir kritis dan solutif. Belajar tidak hanya menghafal apa yang dipelajari, tetapi memahami apa yang dipelajari. 

Jika di bangku sekolah dasar dan menengah, siswa disodorkan dengan materi untuk dihafal, perguruan tinggi seharusnya mengarahkan para mahasiswa untuk memahami materi di kelas, agar dapat diterapkan dalam kehidupan yang konkret. 

Jika di bangku sekolah dasar dan menengah,  siswa disuruh mengerjakan soal pilihan ganda dan essay yang sumbernya dari hafalan, perguruan tinggi seharusnya memberikan pertanyaan yang jawabannya mengandung pilihan ganda sekaligus essay untuk melatih mereka berpikir kritis dan solutif bersumber dari pemahaman mereka, baik dari materi di kelas maupun dari informasi dan pengalaman yang mereka terima di luar kelas. 

Saya yakin bahwa berpikir kritis dan solutif tidak hanya dapat diajarkan dalam mata kuliah filsafat saja, tetapi di semua mata kuliah kita dapat berpikir kritis dan solutif, dan sudah seharusnya berpikir kritis dan solutif dalam mempelajari ilmu apapun. Lalu apa yang harus dilakukan agar mahasiswa dapat berpikir kritis dan solutif? 

Diskusi kelompok menjadi solusi agar mahasiswa dapat berpikir kritis dan solutif. Pertanyaan yang kontroversial dapat diajukan kepada mahasiswa, yaitu pertanyaan yang mengundang jawaban setuju dan tidak setuju, pro dan kontra, yang memberikan kebebasan kepada mahasiswa agar memilih jawaban yang sesuai dengan pengetahuan dan hati nurani mereka. Contohnya, "Apakah kebebasan berpendapat di media sosial harus dibatasi atau tidak?" 

Pertanyaan di atas sekilas nampak seperti pilihan ganda karena jawabannya hanya dua, yaitu ya atau tidak. Namun, jawaban dari pertanyaan tersebut tidak boleh hanya berhenti pada ya atau tidak saja. Pertanyaan berikutnya harus diajukan dan dijawab, yaitu: "Apa alasannya?" Di sinilah mahasiswa dilatih untuk berpikir kritis sekaligus solutif. Mereka boleh kritis, mempertanyakan segala sesuatu, namun mereka juga harus diajak untuk memikirkan solusi apa yang dapat saya berikan. 

Berpikir kritis tanpa solusi apa-apa pada hakikatnya tidak bermakna. Jika kita hanya bisa mempertanyakan suatu fenomena dan memprotes namun tidak memberikan solusi yang terbaik, maka sikap itu sama sekali tidak berguna. 

Demikian pula memberikan solusi tanpa berpikir kritis, maka solusi yang diberikan tidak akan menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang ada, karena sikap kritis dibutuhkan untuk mengetahui permasalahan sampai ke akar-akarnya. 

Oleh karena itu, berpikir kritis dan solutif itu satu paket yang tidak dapat dipisahkan. Seseorang yang ingin berpikir kritis harus berpikir solutif sebagai buah dari kekritisannya. Seseorang yang ingin mencari solusi juga harus berpikir kritis, supaya solusi yang didapatkan tepat sasaran dan dapat menjawab permasalahan yang terjadi. 

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »