Novel "Pergi" menunjukkan nilai-nilai moderasi dalam berbagai aspek, terutama dalam bagaimana tokoh utama, Bujang, menghadapi konflik dan keputusan-keputusan besar dalam hidupnya. Bujang tidak digambarkan sebagai tokoh ekstrem yang mudah membenci atau mengambil tindakan tanpa pertimbangan. Ia berkembang dari seorang anak kampung yang polos menjadi seseorang yang matang, penuh kendali diri, dan mampu mengambil jalan tengah di antara dunia keras organisasi "Keluarga Tong" dan nilai-nilai moral yang ia pelajari sejak kecil.
Moderasi ini juga tampak dalam pesan moral yang disampaikan novel: bahwa kekuatan sejati tidak hanya datang dari kemampuan fisik atau senjata, melainkan dari kebijaksanaan, kasih sayang, dan pemahaman terhadap orang lain.
Pergi adalah lanjutan dari novel Pulang, namun bisa juga dinikmati secara mandiri. Novel ini masih berkutat pada dunia organisasi bawah tanah, namun lebih banyak mengeksplorasi perjalanan Bujang ke berbagai negara. Dalam perjalanannya, pembaca diajak menyelami konflik batin, pertarungan nilai, serta pencarian jati diri seorang anak muda yang tumbuh dalam dunia kelam, namun tetap memegang prinsip.
Tere Liye mengemas cerita ini dengan gaya khasnya: naratif lugas, dialog yang kuat, dan penyampaian pesan moral yang tidak menggurui. Plotnya dinamis dan penuh kejutan, menjadikan Pergi sebagai novel yang sulit dilepaskan begitu saja setelah dibaca.
Tere Liye layak diberikan penghargaan atas konsistensinya menghadirkan cerita yang tidak hanya menghibur, tetapi juga penuh nilai. Melalui Pergi, ia memperlihatkan kepiawaiannya dalam meramu kisah aksi dengan kedalaman psikologis tokoh dan muatan sosial. Buku ini menjadi bukti bahwa sastra populer Indonesia mampu bersaing dalam kualitas dan konten yang membangun karakter pembacanya.
Novel ini menyelipkan kritik sosial terhadap dunia kekuasaan yang korup, hukum yang bisa dibeli, dan ketidakadilan yang kerap terjadi di masyarakat. Bujang, meskipun berada dalam dunia bawah tanah, sering kali digambarkan lebih "adil" dan "bermoral" dibanding tokoh-tokoh dalam institusi resmi yang justru menindas masyarakat kecil. Kritik ini disampaikan secara halus namun tajam, dan mampu membuka mata pembaca terhadap realitas yang sering disembunyikan oleh sistem.
Tokoh utama, Bujang, adalah pusat gravitasi novel ini. Ia digambarkan bukan hanya sebagai anak muda yang kuat dan cerdas, tetapi juga sebagai pribadi yang setia, berpikir kritis, dan tidak kehilangan hati nuraninya meski berada dalam lingkungan penuh kekerasan. Selain Bujang, tokoh-tokoh lain seperti Mr. White, Thomas, dan Wan Senja turut memperkaya cerita dengan perspektif dan peran mereka masing-masing. Tiap karakter tidak dibuat datar; semuanya punya latar belakang dan motivasi yang kuat.
Menurut saya, Pergi adalah salah satu karya Tere Liye yang paling matang dalam hal eksplorasi karakter dan konflik batin. Buku ini tidak hanya seru karena aksinya, tapi juga menantang pembaca untuk berpikir tentang nilai kehidupan, keadilan, dan pilihan moral. Meski ada beberapa bagian yang terasa repetitif atau terlalu idealis, secara keseluruhan novel ini sangat memuaskan dan patut diapresiasi. Terlebih lagi, pesan-pesan yang disampaikan tetap relevan dan menohok, terutama dalam konteks sosial masyarakat kita hari ini.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI