Mohon tunggu...
A Iskandar Zulkarnain
A Iskandar Zulkarnain Mohon Tunggu... SME enthusiast, Hajj and Umra enthusiast, Finance and Banking practitioners

Iskandar seorang praktisi Keuangan dan Perbankan yang berpengalaman selama lebih dari 35 tahun. Memiliki sejumlah sertifikat profesi dan kompetensi terkait dengan Bidang Manajemen Risiko Perbankan Jenjang 7, Sertifikat Kompetensi Manajemen Risiko Utama (CRP), Sertifikat Kompetensi Investasi (CIB), Sertifikat Kompetensi International Finance Management (CIFM) dan Sertifikat Kompetensi terkait Governance, Risk Management & Compliance (GRCP) yang di keluarkan oleh OCEG USA, serta Sertifikasi Kompetensi Management Portofolio (CPM). Iskandar juga berkiprah di sejumlah organisasi kemasyarakatan ditingkat Nasional serta sebagai Ketua Umum Koperasi Syarikat Dagang Santri. Belakangan Iskandar juga dikenal sebagai sosok dibalik kembalinya Bank Muamalat ke pangkuan bumi pertiwi.

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Haji Mabrur, Rakyat Makmur: Dam Indonesia untuk Lawan Stunting

9 Mei 2025   08:15 Diperbarui: 9 Mei 2025   07:40 71
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.arina.id/perspektif/ar-O9Sng/dam-haji-untuk-negeri--tebar-maslahat-sebagai-solusi

Indonesia dikenal sebagai salah satu negara dengan jumlah jemaah haji terbesar di dunia, sebuah kebanggaan sekaligus tantangan dalam memaknai ibadah yang dijalankan oleh rakyatnya. Setiap tahunnya, lebih dari 200 ribu jemaah Indonesia melaksanakan ibadah haji, dan mayoritas di antaranya menjalankan konsep haji tamattu'. Haji tamattu' adalah salah satu dari tiga jenis haji yang disyariatkan, di mana jemaah lebih dulu menunaikan umrah sebelum berhaji dalam satu musim yang sama. Konsep ini sangat populer di Indonesia karena dianggap lebih praktis dan memberi kesempatan untuk melaksanakan kedua ibadah secara terpisah namun tetap dalam satu perjalanan. Konsekuensinya, jemaah wajib membayar dam berupa penyembelihan seekor kambing atau yang setara. Dam sendiri dalam istilah fikih adalah denda atau tebusan yang wajib dibayarkan oleh jemaah haji jika melakukan pelanggaran tertentu atau menjalankan jenis haji yang mewajibkan penyembelihan hewan. Jenis dam yang paling umum adalah Dam Tamattu', yang menjadi bagian dari kesempurnaan ibadah haji. Selama ini, seluruh penyembelihan dam difokuskan di Arab Saudi, dan dagingnya dibagikan di wilayah tersebut atau didistribusikan ke negara lain yang dianggap membutuhkan. Namun muncul gagasan progresif: bagaimana jika sebagian dam yang dibayarkan oleh jemaah Indonesia justru disembelih di Tanah Air untuk maslahat yang lebih nyata? Di sinilah konsep haji mabrur menemukan relevansi baru, bukan hanya sekadar urusan ibadah individual, tetapi membawa manfaat luas bagi masyarakat. Penyembelihan dam di Indonesia tidak hanya memenuhi syariat tetapi juga menjadi senjata ampuh untuk memerangi stunting yang hingga kini masih menjadi masalah kesehatan nasional. Dengan memanfaatkan jutaan kilogram daging dam setiap musim haji, program ini bisa menjadi solusi gizi yang berkesinambungan, memberdayakan peternak lokal, serta memperkuat kemandirian pangan. Inisiatif ini menunjukkan bahwa ibadah yang dilakukan di Tanah Suci dapat menjadi jembatan keberkahan yang panjang hingga ke kampung halaman, memperkuat pilar sosial dan ekonomi bangsa. Prinsip dari umat untuk umat benar-benar hidup ketika dam Indonesia kembali untuk rakyat Indonesia.

Fatwa yang Memberikan Maslahat: Fikih dan Implementasi

Dalam tradisi fikih, dam merupakan bagian integral dari ibadah haji, khususnya bagi mereka yang mengambil haji tamattu. Syariat selama ini menegaskan bahwa penyembelihan dam dilakukan di Tanah Haram sebagai bentuk ketaatan dan simbolisasi ibadah yang paripurna. Namun, dinamika zaman menuntut pemikiran yang lebih adaptif, terutama ketika maslahat umat yang lebih luas menjadi pertimbangan. Wacana untuk memindahkan penyembelihan dam sebagian atau seluruhnya ke Indonesia adalah langkah progresif yang membutuhkan dasar syariat yang kuat agar tidak menimbulkan keraguan di masyarakat. Di sinilah fatwa memainkan peran krusial. Majelis Ulama Indonesia (MUI) menjadi garda terdepan dalam memberikan landasan hukum melalui fatwa yang bijaksana dan kontekstual. Dengan melihat darurat stunting yang menghantui generasi masa depan, para ulama dapat mempertimbangkan prinsip maslahah mursalah, yaitu mengambil kebijakan yang memberi manfaat besar bagi umat walau tidak ada dalil eksplisit yang mengaturnya secara rinci. Fatwa yang memperbolehkan penyembelihan dam di Indonesia, dengan syarat-syarat tertentu agar tetap sah secara syariat, akan membuka jalan untuk implementasi nyata di lapangan. Pemerintah melalui Kementerian Agama wajib bersinergi dalam menyiapkan regulasi pendukung agar program ini berjalan lancar. Kolaborasi dengan rumah potong hewan bersertifikasi halal juga menjadi keharusan, untuk memastikan proses penyembelihan hingga distribusi dilakukan sesuai syariat. Langkah ini akan menjadi preseden penting, menunjukkan bahwa Islam mampu menyesuaikan diri dengan kebutuhan zaman tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasarnya.

Indonesia Salah Satu Haji Terbanyak: Potensi Besar untuk Kemandirian Pangan

Indonesia memegang predikat sebagai salah satu negara pengirim jemaah haji terbanyak di dunia, sebuah fakta yang bukan hanya membanggakan dari sisi spiritual tetapi juga menyimpan potensi ekonomi yang luar biasa. Setiap tahun, lebih dari 200 ribu jemaah Indonesia menjalankan ibadah haji, dan mayoritas dari mereka wajib membayar dam berupa seekor kambing atau yang setara. Jika dikalkulasikan, ini berarti ada ratusan ribu ekor kambing yang harus disiapkan setiap musim haji. Selama ini, semua penyembelihan dilakukan di Arab Saudi, yang secara ekonomi memperkuat industri peternakan dan distribusi di sana. Padahal, jika potensi ini dialihkan atau sebagian dikembalikan ke Indonesia, manfaat ekonominya akan sangat besar bagi negeri ini. Dengan harga rata-rata Rp3 juta per kambing, nilai transaksi dam mencapai sekitar Rp600 miliar tiap musim haji. Angka ini belum termasuk efek berganda terhadap peternak lokal, jasa logistik, rumah potong hewan, dan industri pengolahan daging. Selain memperkuat ketahanan pangan, program ini juga dapat menjadi stimulus langsung bagi sektor peternakan yang selama ini kesulitan menemukan pasar besar yang stabil. Penyembelihan dam di dalam negeri secara terukur akan memperkuat rantai pasok protein hewani, memperluas lapangan kerja, dan memperkuat kemandirian pangan nasional. Indonesia berpotensi meniru model sukses Malaysia dengan Tabung Haji-nya, yang mampu menjadikan ibadah haji sebagai motor penggerak ekonomi umat. Ini bukan sekadar soal jumlah jemaah yang besar, tetapi bagaimana memaksimalkan potensi itu untuk kedaulatan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan.

DAM dari Haji Indonesia untuk Rakyat Indonesia: Solusi yang Memberdayakan

Gagasan untuk membawa kembali penyembelihan dam ke Indonesia bukan hanya soal teknis pemotongan hewan, melainkan sebuah strategi besar untuk memberdayakan rakyat. Selama ini, dana dan daging hasil dam lebih banyak berputar di Arab Saudi, tanpa memberikan efek langsung bagi masyarakat Indonesia yang membayarnya. Program Dam untuk Rakyat Indonesia hadir sebagai jawaban atas kebutuhan gizi nasional sekaligus upaya konkret memperkuat ekonomi umat. Jika terealisasi, program ini akan melibatkan berbagai pihak, mulai dari BP Haji, BPKH, hingga kementerian terkait seperti Kementerian Pertanian dan Kementerian Kesehatan. Peternak lokal akan menjadi tulang punggung penyedia hewan kurban yang memenuhi standar kesehatan dan syariat, sementara rumah potong hewan bersertifikasi halal akan menangani proses penyembelihan yang aman dan terjaga mutunya. Industri pendingin dan logistik juga mendapat peran penting dalam menjaga kualitas daging sebelum didistribusikan ke wilayah-wilayah rawan stunting dan daerah tertinggal. Yang tak kalah penting, program ini menjadi bukti bahwa ibadah memiliki dimensi sosial yang luas. DAM yang selama ini hanya dipandang sebagai kewajiban pribadi, kini bisa menjadi kekuatan kolektif yang mengentaskan kemiskinan dan memperbaiki kualitas gizi anak bangsa. Visi besarnya adalah menjadikan Indonesia sebagai negara yang mandiri dalam pengelolaan ibadah haji sekaligus mandiri dalam memperkuat pangan nasional. DAM untuk Rakyat Indonesia bukan sekadar slogan, melainkan gerakan nyata untuk menjadikan ibadah lebih bermakna dan umat lebih sejahtera. Inilah haji mabrur dalam wujud yang sesungguhnya: ibadah yang menebar maslahat dari Tanah Suci hingga ke seluruh pelosok Nusantara.

Dam Haji, Ibadah yang Menghidupi Bangsa

Wacana pemindahan penyembelihan dam dari Arab Saudi ke Indonesia membuka cakrawala baru tentang bagaimana ibadah dapat dimaknai secara lebih luas dan kontekstual. Konsep ini bukan hanya menjawab kebutuhan syariat semata, tetapi juga menjadi solusi atas persoalan gizi kronis yang masih menghantui bangsa, khususnya masalah stunting. Penyembelihan dam di Indonesia berpotensi besar memperkuat ketahanan pangan, memberdayakan peternak lokal, serta menciptakan ekosistem ekonomi yang lebih mandiri dan berdaya saing. Dengan lebih dari 200 ribu jemaah setiap tahun, potensi ekonomi yang dapat digerakkan dari program ini mencapai ratusan miliar rupiah, sebuah angka yang sangat signifikan untuk menopang sektor pangan dan memperkuat daya saing domestik. Namun, implementasi ide besar ini tentu tidak lepas dari tantangan. Fatwa yang jelas dari MUI menjadi syarat mutlak agar pelaksanaan di Indonesia tetap sah secara syariat, sementara sinergi lintas kementerian sangat diperlukan agar seluruh rantai nilai dari hulu ke hilir berjalan efektif dan terukur. Jika seluruh komponen berjalan harmonis, DAM dari Indonesia untuk Indonesia bukan hanya menjadi slogan, melainkan motor penggerak yang akan memperkuat ikatan spiritual dan sosial umat Islam di Tanah Air. Haji mabrur tidak lagi hanya sekadar simbol ibadah yang sah dan diterima, tetapi benar-benar menjadi bukti nyata bahwa ibadah mampu menebar maslahat luas hingga menyentuh sendi-sendi kehidupan masyarakat. Ini adalah lompatan penting menuju kemandirian dan kesejahteraan yang berkelanjutan, menjadikan Indonesia sebagai pelopor inovasi dalam pengelolaan ibadah haji yang berdampak besar bagi rakyatnya.

 

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »