Tak ada lagi batas usia dan syarat good looking dalam lowongan kerja.Pernyataan ini terdengar seperti kabar baik. Bahkan sangat baik. Tapi tunggu dulu Apakah itu benar-benar membuka jalan atau hanya mengganti papan nama di gerbang yang tetap tertutup?
Ketika Angka dan Wajah Menjadi Penghalang
Selama bertahun-tahun, syarat usia maksimal 25--30 tahun dan "good looking" sudah seperti pengumuman tak resmi bahwa dunia kerja bukan untuk semua orang. Banyak dari kita, terutama mereka yang usianya menyentuh angka 35 ke atas atau tak masuk kriteria penampilan ideal versi HR ditolak bahkan sebelum kesempatan itu datang. Padahal banyak dari mereka adalah orang-orang dengan segudang pengalaman, integritas, dan keahlian yang justru dibutuhkan organisasi. Namun sayangnya, angka di KTP dan bentuk wajah sering kali lebih cepat dilihat daripada isi pikiran atau portofolio kerja.
Diskriminasi Harus Dihapus.
Mei 2025, Kementerian Ketenagakerjaan melalui Menteri dan Wamenaker resmi mengeluarkan surat edaran yang melarang perusahaan mencantumkan syarat usia, status pernikahan, dan good looking dalam iklan lowongan kerja. Tujuannya jelas: menghentikan diskriminasi terselubung. Secara prinsip, ini adalah langkah maju. Bahkan bisa disebut sebagai reformasi kecil yang bisa memicu pergeseran besar dalam pola pikir HR. Tapi, apakah dunia kerja langsung berubah setelahnya?
Antara Angin Segar dan Angin Lalu
Respon dari publik, terbagi dua:
- Yang optimis: Banyak yang menyambut baik kebijakan ini. Menurut mereka, ini adalah bentuk keadilan dan kesetaraan kesempatan. Era skill-based recruitment memang seharusnya tak lagi melihat fisik atau usia.
- Yang skeptis: Tidak sedikit juga yang menyebut ini hanya "rebranding" citra perusahaan. Toh kenyataannya, 63% lowongan di JobStreet masih mencantumkan batas usia. Dan 48% HRD masih mengutamakan penampilan, terutama untuk posisi frontliner.
Dan ya, kita semua tahu: surat edaran bukan peraturan menteri. Artinya? Tak ada sanksi tegas kalau perusahaan mengabaikannya.
Lapangan Kerja Masih Sempit
Di tengah euforia penghapusan diskriminasi, realitas pahitnya tetap sama: lowongan kerja masih sedikit, persaingan makin ketat, dan ribuan pelamar masih mengantre di job fair hanya untuk satu posisi staf administrasi. Menghapus syarat diskriminatif tidak otomatis menciptakan lebih banyak kursi. Ini seperti membuka pintuChat.GPT.COMlebih lebar, tapi jumlah kursinya tetap. Yang masuk memang lebih beragam, tapi rebutannya juga makin sengit.
Strategi Bertahan dan Melawan