Ada satu penyakit menular yang sedang menggerogoti bangsa ini: epidemi pasrah palsu yang dibungkus dengan dalil-dalil agama yang dikoyak-koyak maknanya. Ini bukan soal takdir atau cobaan---ini soal mental lemah yang mencari pembenaran untuk tetap bodoh dan malas. Dan yang paling menjengkelkan: mereka bangga dengan kebodohan itu.
Ketika "Rezeki Sudah Diatur" Jadi Tameng Kemalasan
"Rezeki sudah diatur," kata seorang lelaki yang bahkan tak pernah serius mencari kerja, tak punya keahlian, dan menolak belajar. Dia duduk di warung kopi dari pagi sampai sore, membahas politik dunia sambil kantongnya bolong. Bukan rezekinya yang salah---usahanya yang nihil.
Lihatlah Jack Ma, pendiri Alibaba. Dia ditolak dari 30 pekerjaan, termasuk menjadi pelayan KFC. Tapi dia tidak pernah bilang "rezeki sudah diatur" sambil diam di rumah. Dia terus mencoba, terus belajar, sampai akhirnya membangun kerajaan bisnis senilai ratusan miliar dollar. Atau lihat Dahlan Iskan yang mulai dari tukang kredit koran keliling, terus bergerak sampai jadi dirut BUMN dan pengusaha sukses.
Kalimat "rezeki sudah diatur" bukan kalimat bijak kalau keluar dari mulut orang yang tak pernah berjuang. Itu justru bukti betapa agama dijadikan tameng untuk membenarkan ketidakbecusan. Kalau rezeki memang sudah diatur, lalu mengapa Nabi pun berdagang? Mengapa Ali bin Abi Thalib bekerja sebagai penimba air? Karena mereka tahu: rezeki itu harus dijemput dengan keringat, bukan ditunggu sambil rebahan.
"Nanti Juga Ada Jalan" -- Kata Si Penunggu Keajaiban
"Nanti juga ada jalan," ucap si pengangguran abadi yang hidup dari belas kasihan, sembari terus menolak lowongan kerja karena "bukan passion." Dia menunggu jalan terbuka tanpa mau berjalan. Menunggu keajaiban sambil main HP, nonton YouTube, dan tidur siang.
Bandingkan dengan filosofi kerja Jepang yang disebut "Ikigai"---menemukan tujuan hidup melalui irisan antara apa yang kamu sukai, apa yang kamu kuasai, apa yang dibutuhkan dunia, dan apa yang bisa membuatmu hidup. Orang Jepang tidak menunggu passion turun dari langit. Mereka menciptakan passion melalui dedikasi dan kerja keras.
Atau lihat Steve Jobs yang pernah bilang, "The only way to do great work is to love what you do. If you haven't found it yet, keep looking. Don't settle." Tapi perhatikan kata kuncinya: "keep looking"---bukan "keep waiting." Jobs tidak menunggu passion datang sambil tidur-tiduran. Dia terus bergerak, terus mencoba, sampai menemukan apa yang membuatnya terbakar semangat.
Di Korea Selatan, ada konsep "Nunchi"---kemampuan membaca situasi dan bertindak sesuai konteks. Mereka tidak menunggu jalan dibukakan untuk mereka. Mereka menciptakan jalan dengan kerja keras dan ketekunan. Itulah mengapa Korea bisa bangkit dari puing-puing perang menjadi negara maju dalam hitungan dekade.