"Yang Penting Sah Dulu" -- Formula Kehancuran Keluarga
"Yang penting sah dulu," katanya, ketika ditanya soal kesiapan menikah. Tidak punya tabungan, belum mapan, masih hidup menumpang, bahkan belum tahu mau kerja apa. Tapi memaksakan diri menikah demi validasi sosial.
Mereka lupa: pernikahan bukan tiket keluar dari masalah, tapi seringkali justru pintu masuk ke masalah yang lebih kompleks. Lihat tingkat perceraian yang meningkat tajam---banyak karena faktor ekonomi dan ketidaksiapan mental. Menikah itu bukan tentang 'sah dulu', tapi soal kesiapan lahir dan batin, termasuk finansial.
Warren Buffett pernah berkata, "Someone's sitting in the shade today because someone planted a tree a long time ago." Pernikahan adalah tentang menanam pohon kehidupan bersama, bukan mencari tempat berteduh karena kamu malas membangun rumah sendiri.
"Namanya Juga Kecelakaan" -- Dalih Si Pembuat Masalah
"Namanya juga kecelakaan, siapa yang mau?" Kata si pengendara yang sembrono. Tidak pernah pakai helm, ngebut, main HP di jalan, dan tak punya SIM. Lalu ketika menabrak orang, menyalahkan takdir.
Bandingkan dengan budaya safety-first di negara-negara maju. Di Jerman, ada konsep "Ordnung"---keteraturan dan kedisiplinan yang menjadi fondasi kehidupan. Mereka tidak menganggap kecelakaan sebagai takdir, tapi sebagai hasil dari kegagalan sistem atau human error yang bisa dicegah.
Di Singapura, denda untuk pelanggaran lalu lintas sangat tinggi karena mereka paham bahwa keselamatan adalah tanggung jawab bersama. Mereka tidak percaya pada "takdir kecelakaan"---mereka percaya pada pencegahan melalui kedisiplinan.
Filosofi Kerja Keras dari Berbagai Belahan Dunia
Etos Kerja Protestan (The Protestant Work Ethic)
Max Weber menjelaskan bagaimana etos kerja Protestan menjadi fondasi kemajuan Barat. Mereka percaya bahwa kerja keras adalah bentuk ibadah dan bukti berkah Tuhan. Bukan menunggu berkah turun dari langit, tapi membuktikan kelayakan menerima berkah melalui kerja keras.