Sebagai mahasiswi semester emam, pemilik  IPK "standar" ini sudah mulai menemukan bahan overthinking baru. "Mau kerja dimana?" atau "Ingin jadi apa?" seringkali terbersit tiba - tiba dan datang menyapa resah tanpa diduga-duga. Apalagi ditengah problematika yang  kian santer terdengar dan sepertinya bukan isu belaka bahwa sekarang sarjana susah cari kerja. Mimpi yang awalnya melambung tinggi setinggi kantor - kantor di Jakarta yang sempat menjadi tujuan sepertinya harus menggandeng rencana cadangan agar tak dihempas oleh kenyataan. Mentgigat semakin sempitnya lapangan pekerjaan, sedangkan skill yang dimiliki sepertinya juga "pas-pasan".Beruntung, sudah banyak edukasi bahkan ada mata kuliah khusus untuk kewirausahaan yang saat ini gencar di promosikan. Bahkan banyak juga lomba yang mendukung untuk menggali potensi serta kreativitas dengan output ide bisnis atau usaha yang sepertinya kalau di eksekusi dengan baik hasilnya pasti menjanjikan. Namun, membangun bisnis sendiri juga pasti tidak semudah itu untuk dijalani. Contohnya, berdasarkan pengalaman pribadi penulis pernah berjualan pudding selama satu semester penuh untuk tugas mata kuliah kewirausahaan. Dengan rasa, packaging, dan harga yang menurut kami sudah sesuai. Juga effort yang dikeluarkan sudah dibarengi dengan kerjasama tim yang sangat maksimal. Walaupun hasilnya kami mendapat nilai A, namun jika dilihat dari sisi bisnis yang berorientasi pada profit sepertinya kurang memuaskan. Padahal kami sudah menghitung Harga Pokok Produksi (HPP) yang tepat untuk menetapkan harga jual, konsumen pun terhitung banyak, bahkan ada yang sudah menjadi pelanggan tetap.Contoh lain, saat penulis tergabung dalam suatu organisasi yang kebetulan juga terlibat dalam bagian kewirausahaan yang erat kaitannya dengan "dana usaha". Tantangan yang dihadapi ternyata jauh lebih kompleks. Karena ketika kami menjual produk dengan target mahasiswa sekitar kampus yang jumlahnya banyak ternyata saingan kami pun banyak terutama yang berasal dari ormawa lain dengan produk yang hampir sejenis. Bukannya tidak mencoba berinovasi, namun inovasi yang ada juga terbatas pada diferensiasi produk kuliner khususnya makanan ringan yang cenderung "monoton" memang.
Dari pengalaman penulis, meskipun banyak tantangan saat implementasi bisnis maupun usaha. Masih mungkin kok untuk dilaksanakan apalagi ketika berhasil mencapai target dengan segudang lika-liku hambatan. Asalkan kita telaten, bersabar, dan semangat untuk terus mengembangkan inovasi. Bermodalkan dua pengalaman tersebut, penulis jadi punya mimpi ingin memiliki toko kue sendiri. Tentunya, modal yang diperlukan secara finansial sangatlah besar, tidak cukup jika mengandalkan niat saja. Skenario saat ini yang tersusun adalah menggapai mimpi utama dan ingin merasakan seperti apa sih kerja kantoran sekaligus mengaplikasikan ilmu akuntansi yang selama ini sudah penulis pelajari. Sembari mengumpulkan modal untuk mewujudkan toko kue impian penulis. Tidak harus langsung berskala besar, justru ingin memulai dari skala kecil ala rumahan yang cocok untuk mengumpulkan penghasilan sampingan.
Kenapa sih penulis tertarik secara spesifik untuk memiliki toko kue? Alasannya sederhana,  berangkat dari preferensi pribadi penulis yang suka dessert dan  makanan manis. Bahkan sampai sekarang penulis enjoy jika menonton video seputar "baking". Hal ini juga didukung dengan fakta bahwa penulis tidak bisa memasak yang resepnya sesuai "feeling"  seperti masakan menu rumahan sehari-hari. Tetapi, kalau membuat kue sepertinya penulis masih sedikit berbakat karena seringkali resep yang sudah ada sesuai takaran tinggal mengikuti instruksi yang tertera. Bahkan, resep pudding ataupun produk yang sebelumnya pernah penulis jual untuk tugas kewirausahaan ataupun dana usaha ormawa yang penulis ikuti merupakan resep yang dikembangkan oleh penulis sendiri. Hal ini memberikan motivasi khusus dan menambah kepercayaan diri penulis serta semangat untuk terus mengeksplorasi potensi penulis agar mewujudkan harapan serta impian menjadi pemilik  bisnis toko kue rumahan. Walau sepertinya masih angan - angan, dan belum memiliki perencanaan yang matang, tetapi impian ini layak untuk terus diperjuangkan.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI