Mohon tunggu...
Narul Hasyim Muzadi
Narul Hasyim Muzadi Mohon Tunggu... Language education

Belajar mencoret

Selanjutnya

Tutup

Lyfe Pilihan

Syukur yang Sering Lupa Pulang

21 Juni 2025   23:22 Diperbarui: 21 Juni 2025   23:34 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi rasya syukur  yang mulai pudar | Image by Didie SW/Kompas

Benar adanya. Kita sering terlalu sibuk melihat ke depan, sampai lupa menoleh ke belakang. Kadang, yang kita sebut "biasa saja" hari ini... adalah sesuatu yang dulu pernah begitu kita doakan. 

Pernah kita tulis diam-diam di buku harian, pernah kita bisikkan di atas sajadah, pernah kita pikirkan sebelum tidur dengan dada yang hangat karena berharap. Yang kini terasa datar, pernah jadi gemuruh di dalam dada.

Coba duduk sejenak. Tarik napas. Lihat hidupmu sekarang. Apakah semuanya sempurna? Tentu tidak. Tapi bukankah ada satu-dua hal yang dulu kamu ingin sekali miliki dan sekarang sudah ada di tanganmu? 

Rumah kecil yang nyaman, pekerjaan yang membuatmu bisa bertahan, atau mungkin cuma ketenangan hati yang dulu terasa langkah.

Rasa tidak puas itu wajar. Kita manusia. Diberi akal dan naluri untuk bergerak, berubah, tumbuh. Tapi jika tidak diimbangi dengan rasa syukur, kita bisa kehilangan rasa cukup.

Kita bisa terjebak dalam ilusi bahwa apa yang sekarang belumlah layak disyukuri, hanya karena kita membandingkan dengan pencapaian orang lain yang tampak lebih bersinar.

Abraham Maslow menyebut ini dalam Hierarchy of Needs-nya. Ketika kebutuhan dasar seperti makan, tempat tinggal, dan rasa aman sudah terpenuhi, manusia akan naik level: mencari cinta, haus akan validasi, lalu aktualisasi diri.

Tapi yang sering luput kita sadari, kata Maslow juga, fondasi dari semua itu adalah stabilitas emosional dan spiritual: rasa cukup, rasa disayang, rasa diterima, dan rasa syukur

Kalau dasar ini goyah, pencapaian setinggi apapun hanya akan terasa hampa. Dan ya, mungkin itu alasan mengapa banyak orang yang tampak sukses di luar, tapi rapuh di dalam.

Kita mengejar banyak hal, tapi lupa menikmati yang sudah digenggam. Mengejar validasi, tapi lupa bersyukur atas ketulusan. Mengejar kesempurnaan, tapi lupa berterima kasih pada proses.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Lyfe Selengkapnya
Lihat Lyfe Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »