Di tanah Yogyakarta, di tempat yang katanya istimewa, mendatangkan orang dari berbagai berbagai daerah hingga manca- negara. Banyaknya pendatang yang datang memiliki berbagai pemikiran, ada yang sekedar hanya untuk hiburan, ada yang malah menetap dan menggantukan mimpi di kota ini. Padatnya pendatang menggantungkan mimpi di kota ini, membuat penduduk asli mulai tersingkirkan. Banyak yang tak terima, banyak yang mengeluh, namun bisa apa?.
Diantara banyaknya kebencian terhadap tanah mereka sendiri, salah satu yang bisa membuat mereka tetap mencintai kota ini adalah "Sepak Bola".
Sepak bola di trah Yogyakarta, bukan hanya sebagai olahraga biasa, Sepak bola di Yogyakart bisa menjadi hiburan, kekecewaan, ajang perdamaian, dan bahkan menjadi ajang politik. Sebagai contoh PSS Sleman , - Dilansir dari Detikjogja.com Klub yang berasal dari Sleman itu, memiliki Antusias suporter yang tinggi, untuk menyaksikan laga kandang perdana PSS Sleman di Stadion Maguwoharjo cukup menyita perhatian. 13 ribu tiket laga kandang PSS pun terjual hanya dalam waktu satu jam saja.Â
Bahkan di laga terakhirnya PSS Sleman, ketika mereka sudah dipastikan akan turun kasta, tak membuat suporter fanatik mereka tidak hadir ke Maguwoharjo, Dilansir dari Ligaindonesiabaru.com Pada laga yang berakhir dengan kemenangan dramatis PSS atas Persija dengan skor 2-1 itu, ada sebanyak 14.300 pasang mata yang memadati stadion. Ini menandakan bahwa Sepak bola bukan hanya tentang skor dan hasil akhir, namun jauh dari kata itu.
Selain PSS Sleman, Klub di trah Yogyakarta terdapat PSIM, PERSIBA, PERSIKUP, PERSIG dan banyak lagi. Dengan Provinsi kecil yang hanya terdapat 4 kabupaten dan satu kota, tak wajar rasanya apabila provinsi ini memiliki kurang lebih 21 klub profesional yang bermain di liga Indonesia.
Kemudian pindah ke Kota Jogjakarta terdapat klub PSIM YOGYAKARTA , Salah satu klub tertua dan pendiri Pssi, klub yang baru saja promosi ke kasta utama liga Indonesia ini, juga memiliki supporter yang fanatik dalam mendukung klub mereka, meski sudah bertahun-tahun di kasta kedua, namun suporter mereka tetap loyal mendukung klub kebanggaan trah Mataram ini.
Total, pertandingan final Psim melawan Bhayangkara Fc di pertandingan final liga 2, Menurut Detikjateng.com mencapai 17 ribu, meskipun pertandingan ini diadakan di tempat netral.
Kemudian, waktu dahulu, masih banyak terjadi perselisihan antara kedua klub itu, namun dengan adanya kejadian kanjuruhan, suporter di trah Mataram, resmi bersatu dan berdamai.
Kedua fakta ini, menandakan bahwa Sepak bola di Yogyakarta, bukan hanya sebagai hiburan, namun juga sebagai ajang pemersatu, dan bahkan bisa menjadi ajang perdamaian, bahkan ketika beratnya kehidupan mereka di tanah mereka sendiri.
Harapan Penulis, Semoga Persepakbolaan tanah Mataram tetap maju dan bisa membanggakan tanah mataram, bahkan bagi tanah Indonesia sendiri di mata dunia, dan lebih dari itu, semoga kehidupan warga Yogyakarta membaik di tanah mereka sendiri.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI