Tantangan mendidik anak di era digital kini semakin besar. Orang tua harus siap menghadapi berbagai kesulitan dalam memastikan anak-anak mereka tumbuh dalam jalur yang benar dan mendapatkan didikan yang baik. Dulu, tantangannya berputar pada, pola asuh yang salah, lingkungan tempat tinggal yang kurang mendukung, keluarga yang kurang harmonis, serta pengaruh teman dan pergaulan yang banyak mewarnai sikap mental anak-anak.
Kini, tantangan mendidik anak terbesar adalah pengaruh media sosial yang sangat kuat dan sulit dikontrol. Karena dalam keseharian sumbernya ada di tangan anak-anak kita sendiri bahkan meski anak tidak keluar rumah sekalipun.
Keterbatasan Orang Tua dalam Mengawasi Media Sosial
Dahsyatnya tantangan mendidik anak di era digital membuat banyak orang tua yang merasa tidak berdaya ketika anak-anak mereka lebih pandai dalam menggunakan teknologi daripada dirinya sendiri. Meskipun orang tua sudah merasa melek teknologi, mereka masih bisa kalah oleh kecerdikan anak-anak zaman sekarang.
Orang tua generasi milenial misal, di eranya mereka merasa lebih baik pengetahuannya dalam bidang teknologi. Sejauh ini generasi ini masih bisa mengimbangi perkembangan zaman. Terbukti dengan maraknya konten, postingan, bahkan pekerjaan yang diselesaikan dengan aplikasi tertentu oleh generasi milenial ini.
Ketika dihadapkan dengan anak, kebanyakan dari mereka sudah merasa cukup tenang setelah memeriksa chat di WhatsApp dan riwayat pencarian di Google atau YouTube. Ketika dianggap aman, ya sudah. Mereka menganggap bahwa semua masih baik-baik saja.
Akan tetapi mereka mungkin tidak menyadari bahwa anak-anak mereka bisa berinteraksi lebih bebas di platform lain seperti TikTok atau aplikasi game online. Di sana mereka bisa bebas chat, ngobrol sana-sini, menyisipkan video yang sangat mudah dilakukan.
Bahaya Media Sosial bagi Anak-Anak
Media sosial dapat membawa berbagai bahaya bagi anak-anak, seperti:
1. Berinteraksi dengan orang yang tidak seharusnya, seperti pacar atau penipu
Banyak anak-anak dengan usia yang sangat belia sudah terjebak dengan ikatan cinta yang bukan lagi cinta monyet seperti orang tuanya dulu. Ketika orang tuanya merasakan cinta monyet, mereka akan diliputi rasa malu jika bertemu, suka tetapi gak mau bertemu. Bilang suka saja harus susah payah menitip surat atau minta mak comblang mengatakannya pada orang yang bersangkutan saking tidak punya daya untuk menyampaikan rasa yang bergejolak di dada.
Panggilan akan terasa sangat "intim" ketika sudah berani menggunakan panggilan "kamu -- aku." Sedangkan kini, anak kecil usia sebelas tahun bahkan tidak segan memiliki panggilan sayang "mama ---papa." Jelas ini mengerikan.