Mohon tunggu...
AKBAR FADHIL MAWALID
AKBAR FADHIL MAWALID Mohon Tunggu... MAHASISWA

Mahasiswa jurusan Sistem Informasi Universitas Pamulang

Selanjutnya

Tutup

Bahasa Pilihan

Bahasa Indonesia di Medsos: Evolusi yang Asyik atau Erosi yang Diam-Diam?

28 Juni 2025   10:36 Diperbarui: 28 Juni 2025   10:36 38
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
https://www.tanotofoundation.org/id/news/gen-z-tantangan-dan-kesempatan-untuk-indonesia/

Coba buka media sosialmu sekarang. Scroll sebentar, dan perhatikan cara orang menulis. Campur aduk antara bahasa Indonesia dan Inggris, kata-kata singkatan yang cuma dimengerti "kaum dalam", bahkan kalimat tanpa titik, koma, dan huruf kapital. Akui saja, kita semua pernah melakukannya.

Tapi di balik itu, ada pertanyaan besar: ini bentuk kreativitas digital? Atau justru pertanda Bahasa Indonesia sedang kehilangan arah?

Bahasa Itu Hidup, Tapi...

Bahasa memang hidup dan berkembang. Seiring zaman berubah, gaya berbahasa juga ikut berevolusi. Platform seperti Twitter, TikTok, dan Instagram mendorong kita berpikir cepat, menulis singkat, dan tampil menarik. Maka lahirlah istilah kayak "gabut," "valid," "cringe," atau "ngab." Campuran slang, bahasa gaul, dan ekspresi baru ini memperlihatkan betapa lenturnya Bahasa Indonesia dalam menyesuaikan diri.

Dan, ya itu bukan hal yang salah.

Masalahnya muncul ketika perubahan itu terjadi tanpa arah dan tanpa kontrol. Banyak orang mulai kehilangan kemampuan menyampaikan pesan dengan jelas. Kalimat menjadi ambigu, pesan tidak nyambung, bahkan sekadar menyapa pun jadi penuh singkatan absurd yang bikin kening berkerut.

Dari Medsos ke Dunia Nyata

Yang lebih mengkhawatirkan: gaya ini mulai terbawa ke ruang-ruang formal. Ada yang menulis email kerja seperti sedang nge-tweet. Ada mahasiswa yang membuat makalah dengan gaya ala caption Instagram. Bahkan CV untuk melamar kerja pun ditulis seperti bikin bio dating app.

Dalam situasi seperti ini, bukan cuma soal gaya  tapi juga soal kredibilitas dan profesionalisme. Kita perlu tahu: kapan harus santai, kapan harus serius. Mana ruang untuk berekspresi bebas, dan mana yang butuh bahasa yang rapi, terstruktur, dan bermakna.

Masalahnya Bukan di Medsos  Tapi di Literasi

Seringkali kita buru-buru menyalahkan platform. Padahal, yang perlu dibenahi adalah literasi: baik literasi digital maupun literasi berbahasa. Banyak dari kita tidak diajarkan cara berkomunikasi lintas konteks: beda audiens, beda cara menyampaikan pesan. Beda platform, beda gaya tutur.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bahasa Selengkapnya
Lihat Bahasa Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »