Jika pasokan LNG global terganggu, negara-negara di Asia dan Eropa kemungkinan akan kembali beralih ke batubara sebagai alternatif pembangkit, seperti yang terjadi pada krisis energi 2022. Maka, dalam skenario geopolitik yang memburuk, permintaan batubara bisa kembali melonjak di pasar spot, mendorong harga naik dan membuka kembali peluang windfall bagi eksportir besar seperti Indonesia.
Dengan cadangan batubara melimpah dan posisi sebagai pemasok utama ke India, China, dan Asia Tenggara, Indonesia bisa menjadi salah satu negara yang paling diuntungkan dari potensi rebound harga batubara. Namun tentu saja, peluang ini harus dikelola dengan bijak melalui penguatan pasokan domestik, kepastian DMO, serta insentif terhadap hilirisasi agar manfaatnya tidak hanya dinikmati eksportir, tetapi juga mendukung agenda energi nasional secara berkelanjutan.
Dampak terhadap Investasi dan Kebijakan Energi
Ketidakpastian geopolitik biasanya berdampak dua sisi terhadap investasi. Di satu sisi, lonjakan harga komoditas energi dan mineral mendorong percepatan investasi hulu migas dan tambang. Sementara untuk sektor hilir seperti smelter, tekanan biaya energi justru bisa menjadi tantangan. Namun, bagi Indonesia, momentum ini juga membuka peluang strategis karena instabilitas global mendorong negara-negara untuk mengamankan rantai pasok bahan tambang melalui diversifikasi sumber dan pemrosesan di negara asal. Jika didukung oleh insentif energi dan kemudahan perizinan, investasi smelter tetap dapat tumbuh di tengah volatilitas global.Indonesia perlu memastikan bahwa respons kebijakan terhadap krisis tetap terukur dan transparan. Reformulasi insentif eksplorasi migas dan penyederhanaan izin tambang menjadi penting agar momentum harga tinggi tak berakhir menjadi peluang yang terlewat.
Urgensi Ketahanan Energi dan Diversifikasi
Konflik ini menjadi pengingat bahwa ketahanan energi bukan hanya soal cadangan BBM, tetapi juga diversifikasi sumber dan keamanan rantai pasok. Indonesia harus mempercepat pengembangan energi baru dan terbarukan, baik untuk sektor kelistrikan (PLTS, PLTMH, panas bumi) maupun transportasi (biofuel, kendaraan listrik). Pemerintah juga perlu mengevaluasi kembali strategi cadangan energi nasional baik BBM, gas, maupun batubara dan mendorong ASEAN untuk menghidupkan kembali inisiatif ASEAN Petroleum Security Agreement yang sampai saat ini masih mandek.
Krisis Israel--Iran tidak harus menjadi tragedi tapi bisa menjadi momentum reformasi energi. Jika direspons dengan cepat dan strategis, situasi ini bisa menjadi momentum untuk memperkuat fondasi energi nasional. Indonesia bisa memainkan peran sebagai pemasok energi yang stabil di tengah gejolak global, sekaligus mempercepat reformasi kebijakan energi domestik yang selama ini tertunda.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana. Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI