Mohon tunggu...
Juanda Volo Sinaga
Juanda Volo Sinaga Mohon Tunggu... Analis Kebijakan Ditjen Minerba-KESDM

Saya berprofesi sebagai analis kebijakan dengan minat mendalam pada penulisan karya ilmiah, khususnya di bidang kebijakan publik. Saya aktif meneliti dan menulis artikel ilmiah yang bertumpu pada pendekatan multidisipliner dalam menganalisis isu-isu strategis kebijakan, termasuk tata kelola sumber daya alam, mineral dan batubara, energi terbarukan, serta administrasi publik.

Selanjutnya

Tutup

Politik

Konflik Israel-Iran Mengancam Pasokan Energi Dunia, Indonesia Perlu Siaga

13 Juni 2025   14:44 Diperbarui: 13 Juni 2025   14:44 41
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber CNBC Indonesia

Penulis: Juanda Volo Sinaga (Analis Kebijakan)

Konflik terbuka antara Israel dan Iran yang memanas sejak awal Juni 2025 dan hari ini semakin memanas mengirim sinyal guncangan baru ke pasar energi global. Ketegangan ini bukan hanya mengubah kalkulasi geopolitik di Timur Tengah, tetapi juga mengguncang harga minyak, gas, dan komoditas energi lainnya dengan potensi dampak yang signifikan bagi Indonesia dan kawasan Asia Tenggara.

Lonjakan Harga Minyak dan Gas

Brent crude langsung naik tajam 9% menuju kisaran USD75 per barel dalam hari pertama konflik pecah, mencerminkan kekhawatiran pasar atas terganggunya pasokan dari Teluk Persia. Selat Hormuz, jalur laut yang dilalui sekitar 30% ekspor minyak global dan 20% LNG dunia, kini kembali menjadi titik krusial. Jika jalur ini diblokir atau terganggu, dunia bisa menghadapi krisis energi yang lebih parah dari saat invasi Rusia ke Ukraina.

Indonesia, sebagai negara net importir minyak, tentu rentan. Dengan produksi domestik yang stagnan di bawah 595 ribu barel per hari dan konsumsi yang terus meningkat, lonjakan harga minyak berarti tekanan berat pada neraca perdagangan migas dan fiskal negara.

Dampak ke APBN dan Inflasi

Dalam jangka pendek, gejolak harga energi ini akan menambah beban subsidi BBM dan LPG. Berdasarkan proyeksi internal pemerintah, setiap kenaikan USD 10 per barel dalam harga minyak dapat menambah beban subsidi hingga Rp 30--40 triliun per tahun. Jika konflik meluas dan harga melampaui USD 110 per barel, pemerintah terpaksa meninjau ulang asumsi APBN 2025, bahkan membuka opsi penyesuaian harga BBM bersubsidi yang sensitif secara politik.

Selain itu, tekanan inflasi dari sisi energi dapat merembet ke tarif transportasi, harga pangan, dan daya beli rumah tangga. Skenario ini memerlukan sinergi antara kebijakan fiskal, moneter, dan jaring pengaman sosial.

Peluang dari Komoditas Ekspor

Meski demikian, Indonesia tetap memiliki potensi keuntungan di tengah konflik, terutama sebagai eksportir energi primer seperti batubara dan LNG. Saat ini, harga batubara thermal global memang masih relatif menurun dibandingkan puncaknya pada 2022, tertekan oleh melimpahnya stok di China dan permintaan musiman yang belum pulih sepenuhnya di Asia. Namun, tren ini berpotensi berbalik jika konflik Israel--Iran berkepanjangan dan memicu disrupsi pasokan LNG dari Timur Tengah, khususnya dari Qatar dan UEA yang menyalurkan LNG melalui Selat Hormuz.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun
OSZAR »